Oleh Jubir Matas pada 1 Mei 2014 pukul 5:47
TENGTANG DAM HAJI
Lancenk Keramat
asslm alkm ustd n ustdz
m0 tanya nch thowaf ifadoh itu apa,,, trus klo melanggar salah satu wajibnya haji maka wajib bayar dam nah klo yg di tinggal 2 wajibnya haji gmn cara bayar damnya apa beda2 damx mksh ustd n ustdz m0ngg0 di jwab
Lutfi Jaya
wa'alaikum salam warohmah...saya akan menjabarkan tentang dam mudah-mudahan berguna dan manfaat bagi kita semua amin... bismillahirrohmanirrohim Dam sifatnya ada yang sunnah dan ada yang wajib. Jamaah haji rata-rata terkena kewajiban dam sebab melaksanakan haji tamattu’. Dam atau denda sudah ada sejak adanya ritual ibadah haji. Ibadah haji merupakan ibadah yang dilakukan sejak zaman Nabi Ibrahim yang dilaksanakan sampai sekarang. Namun haji kala itu disalahgunakan untuk berbangga-bangga dan memamerkan sukunya, sehingga pada saat permulaan haji sudah ada dam.
Dam menurut bahasa artinya adalah mengalirkan darah dengan menyembelih binatang qurban yang dilakukan di tanah suci pada saat melakukan ibadah haji. Dalam Al-Qur’an di sebut Al-Hajju.
Perilaku yang membuat kita terkena dam
Pelaksanaan ibadah haji itu ada tiga cara, yakni Ifrad, Qiran dan Tamattu’. Begitu juga dengan pelaksanaan dam itu ada yang sunnah ada yang wajib.
Haji Ifrad merupakan pelaksanaan ibadah umrah yang setelah melakukan kewajiban haji maka disunatkan untuk menyembelih qurban. Biasanya haji ini dilakukan oleh jama’ah Indonesia yang datang dengan kelompok terbang (kloter) akhir, sehingga saat tiba disana, mereka langsung bisa melaksanakan haji, setelah melaksanakan haji, mereka menunggu kepulangan dengan melaksanakan umrah.
Sementara yang wajib mengeluarkan dam adalah jika kita melakukan 5 hal sebagai berikut:
1. Haji qiran, yakni proses ibadah haji dan umrah yang dilakukan bersamaan. sehingga seluruh ritual yang dijalani, seperti ihram, thawaf, sa’i, melempar jumrah atau mabit diniatkan untuk haji dan untuk umrah. Begitu juga dengan kewajiban-kewajiban yang lain. Kecuali saat wukuf yang merupakan kewajiban haji.
Pelaksaanaan Haji ini wajib mengeluarkan dam.
2. Haji tamattu’, haji ini kebanyakan dilakukan oleh orang-orang Indonesia. Saat mereka datang di Arab Saudi, disana belum waktunya untuk melakukan ibadah haji sehingga mereka biasanya melakukan ihram untuk umrah, langsung dari miqatnya. Setelah selesai melaksanakan ihram dan berakhir pada tahallul atau memotong rambut, maka para jamaah ini menunggu sampai tiba waktunya haji pada hari Tarwiyah dan Arafah pada tanggal 8-9 Dzulhijjah. Dan mereka melaksanakan ihram lagi untuk proses ibadah haji. Sehingga para jamaah ini melakukan 2 kali ihram. Proses haji tamattu ini wajib untuk mengeluarkan dam.
3. Meninggalkan kewajiban haji, seperti melempar jumrah, ihram tidak dilakukan dari miqat. Tidak melaksanakan wukuf di padang arafah dari pagi sampai malam. Datangnya jamaah haji bisanya tanggal 8 malam 9 dzulhijjah dan menunggu sampai siang arafah sampai malam 10 dzulhijjah. Juga dengan mabit di Mina atau Mudzdalifah, jika tidak dilaksanakan maka terkena dam. Juga bila tidak melaksanakan thawaf wada’ maka harus didenda.
4. Melanggar larangan, seperti memakai wewangian saat haji, yang boleh adalah sebelum ihram. Lalu bercukur atau tahallul belum waktunya, maka wajib mengeluarkan dam.
5. Melakukan jinayah, atau tindak pelanggaran kriminal di tanah haram, seperti mengganggu binatang waktu ihram, atau saat ihram memotong tanaman disana.
Besaran Dam
Sementara itu untuk besaran dari dam yang harus keluarkan oleh para jamaah haji adalah minimal senilai dengan satu ekor kambing. Tapi jika ingin lebih afdhal, maka bisa mengeluarkan satu onta. Satu onta ini merupakan perwujudan dari dam atau denda yang dikeluarkan bisa dikeluarkan oleh 7 orang.
Dam ini diserahkan kepada pemerintah di tanah haram dalam bentuk hewan sembelihan yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan kaum faqir miskin ditanah haram. Akan tetapi karena hewan sembelihan Dam ini terlalu banyak dan melimpah, maka boleh didistribusikan kepada Negara lain yang membutuhkan. Akan tetapi syariatnya hewan dam harus disembelih disana dan dikonsumsi oleh kaum fakir miskin disana (Arab Saudi).
Melimpahnya hewan qurban ini, karena pada dasarnya setiap jamaah haji dari penjuru dunia mengeluarkan dam, meski tidak terkena kewajiban dam seperti haji Ifrad mereka juga ingin mendapat pahala kesunnahan dam ini. Sehingga mereka juga tetap menyembelih hewan qurban. Terlebih lagi di Arab Saudi terdapat Bank yang mengurusi pengumpulan uang dam untuk dibelikan hewan ternak. Baik yang resmi maupun yang tidak.
Daging dari hewan dam ini tidak hanya dibagikan kepada fakir miskin, tapi juga bisa sepertiga dimakan sendiri oleh si penyembelih. Jadi kita punya hak untuk memakan sepertiga daging hewan kurban tersebut.
Dikalangan jamaah haji Indonesia, dam ini terkadang ada yang dikoordinir, sebab rata-rata jamaah haji Indonesia memang melaksanakan haji Tamattu’. Sehingga hasil pengumpulan uang dam tadi kemudian dibelikan hewan ternak dan disembelih di tanah haram.
Kewajiban yang tidak bisa membayar dam
Membayar denda menjadi kewajiban yan tidak bisa ditinggalkan meskipun jamaah haji tersebut tidak memiliki harta yang mencukupi. Islam memberikan keringanan dengan menggantinya puasa selama tiga hari di tanah haram dan tujuh hari di tempat asal.
Lutfi Jaya
bismillahirrohmanirrohim. Thowaf Ziyaroh atau Thowaf Ifadhoh
ialah Thowaf yang merupakan salah satu rukun haji yang telah disepakati. Thowaf ini biasa disebut thowaf ziyaroh atau thowaf fardh. Dan biasa pula disebut thowaf rukn karena ia merupakan rukun haji. Thowaf ini tidak bisa tergantikan. Setelah dari ‘Arofah, mabit di Muzdalifah lalu ke Mina pada hari ‘ied, lalu melempar jumroh, lalu nahr (melakukan penyembelihan) dan menggunduli kepala, maka ia mendatangi Makkah, lalu thowaf keliling ka’bah untuk melaksanakan thowaf ifadhoh. demikian seoga bermanfaat amin.
Ummu Rafifah
Maaf Ustadz dlm keterangan nmr 3 kok tdk melaksanakan wuquf di Arofah, kan wukuf di Arofah merupakan rukun Haji yg apa bila ditinggalkan tdk dapat di ganti dg DAM..maaf sy kurang faham
Lutfi Jaya
menanggapi pertanyaan Ummu Rafifah tentang pembahasan nomor tiga di atas..( tentang Wukuf ) Salah satu rukun utama haji ialah wukuf di Padang Arafah. Hikmah di balik ritual ini ialah sebagai peringatan terhadap segenap manusia akan keberadaan padang Mahsyar.
Wukuf di Arafah adalah replika untuk peristiwa saat seluruh anak Adam, berkumpul di Mahsyar untuk menunggu gilirang perhitungan amal (hisab).
Para ulama bersepakat, bila wukuf pada 9 Dzulhijah tersebut ditinggalkan, haji seseorang dianggap tidak sah. Ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW yang berbunyi, “Haji itu adalah wukuf di Arafah.” (HR Nasai dan Tirmidzi).
Sedangkan waktu wukuf ialah ketika matahari tergelincir atau bergeser dari tengah hari (kira-kira pukul 12.00 waktu setempat).
Ada banyak amalan sunah yang di anjurkan selama wukuf, seperti pelaksanaan khutbah dan memperbanyak doa. Lantas, bagaimana bila seorang Muslimah karena faktor tertentu terkendala menunaikan wukuf?
Syekh Kamil Muhammad Uwaidah memaparkan permasalahan ini dalam bukunya yang berjudul “Fiqih Wanita”. Menurut dia, ketidakhadiran Muslimah yang berhaji saat prosesi wukuf dapat dikategorikan menjadi empat klasifikasi utama.
Kategori yang pertama ialah bila yang bersangkutan sama sekali tidak mengikuti ritual wukuf hingga akhir pelaksanaannya, yaitu akhir malam sebelum fajar hari berikutnya tiba. Tidak ada perbedaan pendapat soal kasus ini. Para ulama sepakat, ia dianggap telah tertinggal hajinya.
Sahabat Jabir bin Abdullah pernah mengatakan, haji itu berakhir sampai terbit fajar pada malam pertemuan (malam singgah di Muzdalifah, yakni malam Nahar).
Abu Zubair menanyakan kepada Jabir, apakah pernyataan itu juga pernah ditegaskan oleh Rasulullah? Jabir menyatakan, hal yang sama juga ditekankan oleh Nabi. Hadis riwayat Nasai dan Abu Daud di atas juga menjadi landasan yang kuat perihal tidak sahnya haji bila tertinggal wukuf.
Kategori pendapat yang kedua menyatakan mereka yang tertinggal hajinya lantaran tidak berwukuf, boleh menyempurnakan dengan mengerjakan thawaf, sai, dan bertahalul.
Sedangkan kelompok ketiga berpandangan bahwa yang bersangkutan hendaknya meneruskan haji yang telah rusak tersebut. Ini seperti yang disuarakan oleh Imam Al-Muzni.
Ia berpendapat, orang yang tertinggal wukuf harus mengerjakan semua amalan haji. Ia beralasan, gugurnya kewajiban karena waktunya terlewat, tidak menghalangi untuk mengerjakan serangkaian amalan yang masih tersisa.
Imam Syafi’i meriwayatkan pendapat Umar bin Khatab atas kasus Abu Ayub yang absen melakukan salah satu manasik.
Umar menyuruh Abu Ayub agar mengerjakan manasik yang lazim dalam umrah, lalu segera melengkapinya dengan tahalul. Bila memungkinkan untuk berhaji tahun mendatang, berhajilah dan sembelihlah hewan.
Sebuah hadis riwayat Ahmad dan Muslim menegaskan pula bahwa orang yang tertinggal hainya, ia harus membayar dam lalu menjadikan ibadahnya tersebut sebagai umrah. Dan, hendaknya yang bersangkutan menunaikan kembali hajinya tahun depan.
Menurut kelompok yang keempat, wanita yang tertinggal hajinya wajib mengganti pada tahun mendatang. Baik amalan yang terlewat tersebut adalah amalan wajib maupun sunah. Pendapat ini disuarakan oleh Imam Malik, Syafi’i, dan Ashab Ar-Ra’yi.
Mayoritas sahabat dan ahli fikih mengatakan, mereka yang terlewat hajinya perlu menyembelih kurban. Mereka berargumentasi dengan hadis Rasulullah tentang perempuan yang berhaji lebih dua kali.
Dalam hadis itu, Rasulullah menyatakan si perempuan harus membayar denda karena tertinggal hajinya secara keseluruhan. Hal ini berbeda dengan pandangan Ashab. Ia mengatakan, yang bersangkutan tidak menyembelih kurban.
Guslik An-Namiri
Afwan, biar simpel saja kepada Ummu Rafifah@, yang dimaksud Ustad Lutfi Jaya diatas adalah bukannya tidak berwuquf, akan tetapi orang orang tersebut ber Wuquf dipadang Arafah, namun ia keluar atau meninggalkan Arafah sebelum terbenam matahari, jadi orang tersebut hukum hajinya sah tetapi harus menyembelih kambing sebagai pelanggaran menurut jumhur ulama. Keterangan dalam kitab Fiqhul Islam:
ويجب عند الجمهور (الحنفية والمالكية والحنابلة) الوقوف إلى غروب الشمس، ليجمع بين الليل والنهار في الوقوف بعرفة، فإن النبي صلّى الله عليه وسلم وقف بعرفة حتى غابت الشمس، في حديث جابر السابق. وفي حديث علي وأسامة: «أن النبي صلّى الله عليه وسلم دفع حين غابت الشمس» فإن دفع قبل الغروب فحجه صحيح تام عند أكثر أهل العلم، وعليه دم.
MUSYAWWIRIN :
Member Group Majlis Ta'lim Assalafiyah ( MATAS )
PENELITI : (1). Ustadz Alfin Jayani (2). Ach al faroby (3). Ustadz Sultoni Arobbi (4). Ustadzah Naila Mazaya Maya (5). Ustadz Abu Shafa (6) Ustadz Abdul Ghafur Masykur (7) Ustadzah Mariyatul Qibtiyah 8. Ustad Alan Rush 9. Ustad Lutfijaya
EDITOR : Ustadz Sultoni Arobbi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar