Minggu, 18 Oktober 2015

doc.matas.21. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU'


doc.matas 21. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU'

Oleh Jubir Matas pada 1 Mei 2014 pukul 5:27

Durö Böy


Assalamualaikum wr wb
Apa saja yang membatalkan wudhu

Monggo pencerahannya .....!

jawaban :

Beberapa Hal yang Membatalkan Wudhu
Dalam kitab matan al-Ghoyatu wat Taqrib karangan Abi Suja diterangkan bahwa perkara yang dapat membatalkan wudhu ada enam:1. pertama, Sesuatu yang keluar dari kedua jalan (kemaluan depan maupun belakang), kedua Tidur tidak dalam keadaan duduk, ketiga Hilangnya akal sebab mabuk atau sakit, keempat Bersentuhan (kulit) pria dan wanita yang bukan mahram tanpa penghalang, kelima Menyentuh kemaluan manusia dengan telapak tangan, Keenam Menyentuh lubang dubur manusia.

Dalam keterangannya atas enam hal tersebut Ibnu Qasim al-Ghazi dalam Fathul Qaribul Mujib menerangkan dengan rinci enam hal tersebut. Pertama keluarnya sesuatu yang dari kedua jalan kemaluan depan (qubul) maupun belakang (dubur), baik itu sesuatu yang suci seperti cacing dan mani ataupun yang tidak suci seperti darah dan kentut. Hal ini berdasar pada surat al-maidah ayat 6

أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ 

Dan sebuah hadits yang diceritakan oleh Abu Hurairoh dan diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim;

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لايقبل الله صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ فقال رجل من أهل حضر موت ماالحدث ياأباهريرة؟ قال: فساء أو ضراط

Artinya: Abu Hurairoh bercerita bahwa Rasulullah saw bersabda “Allah tidak menerima sholat kamu sekalian apabila (kamu) dalam keadaan hadats hingga kamu berwudhu” kemudian seorang Hadramaut bertanya kepada Abu Hurairoh “apakah hadats itu?” Abu Hurairoh menjawab “kenut (yang tidak bersuara)dan Kentut yang bersuara”   

Kedua tidur. Tidur dapat membatalkan wudhu kecuali tidur dalam posisi duduk yang menetap (pantat yang rapat) seperti duduknya orang bersila. Sebagai dalilnya dapat diperhatikan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan diceritakan oleh sahabat Ali:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : وكاء السه العينان, فمن نام فاليتوضأ

Artinya: Rasulullah saw berkata “pengendali dubur (tempat keluarnya kotoran dari jalan belakang)adalah kedua mata, oleh karena itu barang siapa tidur hendaklah ia berwudh”.

Hadits ini menunjukkan bahwa tidur pada dasarnya membatalkan wudhu, karena seseorang ketika tidur tidak dapat menjaga duburnya, bahkan ia tidak tahu apakah dia telah kentut atau malah kencing. Diqiyaskan dengan tidak adanya kendali ketika tidur adalah hilangnya akal atau kesadaran  . ini juga dapat membatalkan wudhu, karena ketika seseorang tidak sadar, berarti ia tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Baik kesadaran itu hilang karena mabuk, pingsan maupun gila.

Keempat; Bersentuhan (kulit) pria dan wanita yang bukan mahram tanpa penghalang (untuk keterangan lebih lengkap lihat rubrik syariah yang telah berlalu dengan tema (menyentuh istri membatalkan wudhu)

Kelima:  menyentuh kemaluan manusia dengan telapak tangan. Hal ini didasarkan atas dalil sebagai berikut :

رَوَى اْلخَمْسَةُ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِىْ ، عَنْ بِسْرَةْ بِنْتِ صَفْوَانْ رَضِيَ الله عَنْها : اَنّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلَا يُصَلِّيَ حَتَّى يَتَوَضَّاءَ .

Artinya : Dalam sebuah hadits yang dishahehkan oleh imam tirmidzi dari bisrah binti shafwan r.a. bahwa nabi s.a.w. bersabda : barang siapa yang memegang dzakarnya janganlah melakukan shalat hingga ia berwudhu.

An-nisa’I meriwayatkan bahwa :

وَيَتَوَضَّاءَ مِنْ مَسِّ الذَّكَرِ

Artinya : dan hendaklah berwudhu oleh karena memegang dzakar kemaluan.

Hadits tersebut di atas mengandung makna bahwa : menyentuh kemaluan adalah membatalkan wudhu. Baik itu kemaluannya sendiri, maupun kemaluan orang lain.

Juga dalam hadits riwayat dari ibnu majah bahwasanya :

عَنْ اُمِّ حَبِيْبَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : مَنْ مَسَّ فَرْجَهُ فَلْيَتَوَضَّاءُ

Artinya : dari ummi habibah r.a. : barangsiapa yang memegang farj-nya maka hendaklah berwudhu.

Sedangkan hadits ini memberikan penjelasan atas batalnya wudhu sebab menyetuh kemaluan baik kemaluan laki-laki maupun perempuan.

Enam; menyentuh lubang dubur.

Hal ini adalah berdasarkan pendapat imam syafii yang terbaru


Sumber :http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,11-id,27876-lang,id-c,syariah-t,Beberapa+Hal+yang+Membatalkan+Wudhu-.phpx

Lutfi Jaya:
 wa'alaikum salam warohmatullahi waberokatuh..menjawab dari pernyaan kang Duro Boy@ Sebab-sebab Batalnya Wudhu menurut Imam Madzhab.
Kencing, Kotoran, dan Keluar Angin
Kaum muslimin telah sepakat semua bahwa keluarnya kencing dan kotoran dari dua jalan (qubul dan dubur), serta angin dari tempat yang biasa, maka ia dapat membatalkan wudhu. Sedangkan keluarnya ulat, batu kecil, darah dan nanah, maka ia dapat membatalkan wudhu, menurut Syafi’i, Hanafi, dan Hambali. Tetapi menurut Maliki, tidak sampai membatalkan wudhu, kalau semuanya itu tumbuh dari perut, tetapi kalau tidak tumbuh di dalamnya, seperti orang yang sengaja menelan batu kecil, lalu batu tersebut keluar dari tempat biasa ( anus ), maka ia dapat membatalkan wudhu. Imamiyah: ia tidak membatalkan wudhu, kecuali kalau keluar bercampur dengan kotoran.

Madzi dan Wadzi
Menurut empat mazhab:Ia dapat membatalkan wudhu, tetapi menurut Imamiyah; Tidak sampai membatalkan wudhu. Hanya maliki memberikan pengecualian bagi orang yang selalu keluar madzi. Orang yang seperti ini tidak diwajibkan berwudhu lagi.

Hilang Akal
Hilangnya aqal baik itu berupa gila, pingsan ataupun sakit ayan. Baik hilangnya aqal tersebut karena minum-minuman keras atau karena sabu-sabu menurut kesepakatan semua ulama, ia dapat membatalkan wudhu. Termasu dari hilangnya akal adalah tidur. Terdapat perbedaan pendapat tentang tidur dalam membatalkan wudhu.

Imamiyah: kalau hati, pendengaran dan penglihatanya tidak berfungsi sewaktu ia tidur, sehingga tidak dapat mendengar pembicaraan orang-orang disekitarnya dan tidak dapat memahaminya, baik orang yang tidur tersebut dalam keadaan duduk, terlentang atau berdiri, maka bila sudah demikian dapat membatalkan wudhu]. Pendapat ini hampir sama dengan pendapat Hambali.Hanabilah : Mereka berpendapat bahwa tidur itu sendiri dapat membatalkan wudhu’ hingga walaupun ia mendudukkan pantatnya diatas sesuatu yang dapat dijamin dapat menahan keluarnya kentut, kecuali bila tidurnya itu sebentar

Syafi’i: kalau anusnya tetap dari tempat duduknya, seperti mulut botol yang tertutup, maka tidur yang demikian itu tidak sampai membatalkan wudhu, tetapi bila tidak, maka batal wudhunya.

Mani
Mani dapat membatalkan wudhu, menurut Hanafi, Maliki, dan Hambali, tetapi menurut Syafi’i, ia tidak dapat membatalkan wudhu. Sedangkan menurut Imamiyah: mani itu hanya diwajibkan mandi bukan di wajibkan berwudhu.[7]

Menyentuh
Syafi’i: kalau orang-orang yang berwudhu itu menyentuh wanita lain tanpa ada aling-aling (batas), maka wudhunya batal, tapi kalau bukan wanita lain, seperti saudara wanita maka wudhunya tidak batal.Syafi’iyah : Mereka berpendapat bahwa menyentuh wanita bukan mahram itu membatalkan wudhu secara mutlak sekalipun tanpa merasakan nikmat, sekalipun lelakinya itu lemah tua dan wanitanya lemah tua juga dan tidak berwajah menarik. Namun mereka memperkecualikan rambut, gigi, dan kuku yang tidak membatalkan wudhu jika tersentuh antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram

Syafi’I dan Hambali: menyentuh itu dapat membatalkan wudhu secara mutlak, baik sentuhan dengan telapak tangan maupun dengan belakangnya.

Menyentuh Dzakar
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :

من مس ذ كره فليتوضأ

Artinya : “Barang siapa menyentuh dzakarnya, maka hendaklah ia berwudhu.”

Syafi’iyah : mereka berpendapat bahwa wudhu itu dapat batal dengan menyentuh dzakar dengan menyentuh tempat potongannya (tempat sunatannya), dengan syarat berikut :

Tidak ada suatu penghalang.
Sentuhan itu dilakukan dengan menggunakan telapak tangan atau jemari tangan bagian dalam. Maksudnya, adalah bagian yang tertutup disaat kedua tangan itu dirapatkan satu sama lainnya dengan sedikit ditekan. Sehingga, menyentuh dzakar dengan menggunakan bagian pinggir telapak tangan atau ujung jemarinya dan dengan menggunakan bagian yang terdapat antara pinggir telapak tangan dan ujung jemarinya tidak membatalkan wudhu.
Demikian kurang dan lebihnya mohon maaf, apabila terdapat kekurangan dimohon untuk segera di perbaiki, atas partisipasinya kami sampaikan terima kasih, semoag bermanfaat amin.


Durö Böy 

Klo makan daging onta apa wudhu nya batal....!

Lutfi Jaya Jabir bin Samurah r.a berkata:

“Seorang lelaki telah bertanya kepada Rasulullah s.a.w: Adakah kami perlu memperbaharui wudhu’ apabila memakan daging kambing? Jawab baginda: Jika kamu mahu, berwudhu’lah. Jika sebaliknja, tidak mengapa. Ditanya lagi: Adakah kami perlu berwudhu’ apabila memakan daging unta? Jawab baginda: Ya. Berwudhu’lah apabila memakan daging unta. Ditanya lagi: Bolehkah kami solat di kandang kambing? Jawab baginda: Boleh. Ditanya lagi: Bolehkah kami solat di kandang unta? Jawab baginda: Tidak. (Hadis riwayat Ahmad dan Muslim)

Ibn al-Mundziri r.h berkata:

“Wajib berwuduk selepas makan daging unta kerana tsabit melalui hadis dan sanad.” (Rujuk al-Ausot, jil. 1, ms. 138)

Ibn Qudamah r.h berkata:

“Makan daging unta membatalkan wudhu’ serta merta sama ada dimakan secara mentah atau dimasak dan dalam keadaan tahu atau jahil.” (Rujuk al-Mughni, jil. 1, ms. 250) demikian semoga bermanfaat amin.

Guslik An-Namiri : Setau saya hukum makan daging onta khilaful 'ulama'.


Lutfi Jaya : mohon maaf jawabansaya d atas teputus... bismillahirrohmanirrohim...Yang benar dari pendapat para ulama ialah memakan daging unta itu membatalkan wudhu. Imam Muslim rahimahullah berkata (1/275):

Abu Kamil Fudhail bin Husain Al-Jahdari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu ‘Awanah telah bercerita kepada kami, dari Utsman bin Abdullah bin Mauhib, dari Ja’far bin Abu Tsaur, dari Jabir bin Samurah, bahwa seseorang telah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apakah saya harus berwudhu karena memakan daging kambing?” Beliau menjawab, “Kalau kamu mau berwudhulah dan kalau kamu mau tinggalkanlah!” Kemudian orang itu bertanya lagi, “Apakah saya harus berwudhu karena makan daging unta?” Beliau menjawab, “Ya, berwudhulah dari daging unta!” Kemudian ia bertanya lagi, “Bolehkah saya shalat di kandang kambing?” Beliau menjawab, “Ya!” Orang itu kembali bertanya, “Bolehkah saya shalat di kandang unta?” Beliau menjawab, “Tidak!”

Berkata Imam Muslim, “Abu Bakar bin Abi Syaibah telah bercerita kepada kami, bahwa Mu’awiyah bin ‘Amr telah bercerita kepada kami, bahwa Zaidah telah bercerita kepada kami dari Simak.”

Masih kata Imam Muslim, “Al-Qasim bin Zakariya telah bercerita kepada kami, bahwa Ubaidullah bin Musa telah bercerita kepada kami dari Syaiban dari Utsman bin Abdullah bin Mauhib dan Asy’ast bin Asy-Sya’tsa’, semuanya dari Ja’far bin Abu Tsaur dari Jabir bin Samurah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti haditsnya Abu Kamil, dari Abu ‘Awanah.”

Sebagian orang telah mencela hadits ini, karena riwayatnya berasal dari Ja’far bhn Abi Tsaur. Ibnul Madini berkata, “Majhul,” seperti tercantum di dalam Tahdzibut Tahdzib.

Bantahan terhadap hal ini ada dua.

Pertama, Imam At-Tirmidzi berkata dalam kitab Al-’Ilal: “(Ja’far) masyhur.” Berkata Al-Hakim Abu Ahmad, “Dia tergolong dari masyayikh Kufah yang terkenal periwayatannya dari Jabir.” (dari Tahdzibut Tahdzib)

Kedua, hadits ini memiliki syahid (penguat) yang shahih. Berkata Imam Abu Dawud (1/31j),

Utsman bin Abi Syaibah telah bercerita kepada kami, ia berkata, Abu Mu’awiyah telah bercerita kepada kami, ia berkata, Al-A’masy telah bercerita kepada kami, dari Abdullah bin Abdullah Ar-Razi, dari Abdurrahman bin Abu Laila, dari Al-Barra’ bin ‘Azib, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang berwudhu dari daging unta, maka beliau menjawab, “Berwudhulah darinya.” Dan beliau ditanya tentang daging kambing, beliau menjawab, “Tidak perlu berwudhu darinya.” Beliau ditanya tentang shalat di kandang unta, maka jawab beliau: “Jangan kalian rhalat di kandang unta karena ia dari syaitan.” Beliau ditanya tentang shalat di kandang kambing, beliau menjawab, “Shalatlah di sana karena itu adalah barakah.”

Demikianlah dan jumhur ulama berpendapat tidak membatalkan wudhu, berdasarkan riwayat Abu Daud di dalam Sunan-nya (1/327), berkata rahimahullah: Musa bin Sahl Abu Imran Ar-Ramli telah bercerita kepada kami, ia berkata, Syuaib bin Hamzah telah bercerita kepada kami, dari Muhammad bin Munkadir, dari Jabir ia berkata, “Dahulu perkara terakhir yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah tidak berwudhu dari segala yang diubah oleh api.”

Berkata Abu Daud: “Ini adalah ringkasan dari hadits yang pertama.”

Berkata Abu Abdurrahman, “Lahiriyah sanad hadits ini shahih, akan tetapi Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam kitabnya At-Talkhish Al-Habir (1/116): Dan berkata Abu Daud, ini adalah ringkasan dari hadits yang berbunyi, ‘Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam disodori sepotong roti dan daging, kemudian beliau makan dan meminta air untuk berwudhu, lantas beliau berwudhu sebelum waktu zuhur, kemudian mengambil sisa makanannya.” Pada hadits ini ada tambahan (istidraj), dan kemungkinan Syuaib yang meriwayatkannya, yakni kata-kata, “kemudian beliau mengambil sisa makanannya, dan makannya, kemudhan beliau bangkit untuk shalat dan tidak berwudhu.”

Berkata Ibnu Abi Hatim dalam ‘Ilal-nya seperti ini juga. Di sana ada tambahan dan bisa jadi Syuaib yang meriwayatkan dari hafalannya, dan ia keliru.

Berkata Ibnu Hibban seperti apa yang dikatakan oleh Abu Daud. Illat lainnya, Imam Syafi’i berkata dalam Sunan Harmalah, “Ibnul Munkadir tidak mendengar hadits ini dari Jabir, akan tetapi mendengarnya dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil.” (At-Talkhish Al-Habir)

Sehingga jelaslah bahwa hadits yang dijadikan sandaran oleh mereka dalam hal ini mu’all (lemah). Kemudian apabila hadits ini shahih tentu tidak ada pertentangan antara hadits ini dengan hadits Jabir bin Samurah dan Al-Barra’ radhiyallahu ‘anhuma, karena keumuman hadits ini telah dikhususkan dengan hadits Al-Barra’ dan Jabir bin Samurah dan Barra’ dari segala sisinya. Sebab, mungkin saja daging unta itu dimakan mentah, dan diakui bahwa daging anak unta tergolong daging yang paling lezat. Allahu a’lam.

Adapun hikmah bahwa daging unta membatalkan wudhu, hal ini tidak dijelaskan di dalam nash. Ada yang mengatakan unta itu dari syaitan. Dan ada yang mengatakan bahwa memakan dagingnya mengakibatkan kegemukan. Sebagian lagi melontarkan pendapat bahwa berinteraksi dengannya dapat melahirkan kesombongan bagi penggembalanya, maka yang demikian akan berimbas kepada orang-orang yang memakan dagingnya. Maka, wudhulah yang akan menghilangkan kesombongan tersebut. Semua ini semata-mata dugaan dan rekaan saja. Tidaklah berdosa apabila kita tidak mengetahui hikmahnya. Wallahu a’lam.



MUSYAWWIRIN :
 Member Group Majlis Ta'lim Assalafiyah ( MATAS )
PENELITI : (1). Ustadz Alfin Jayani (2). Ach al faroby (3). Ustadz Sultoni Arobbi (4). Ustadzah Naila Mazaya Maya (5). Ustadz Abu Shafa (6) Ustadz Abdul Ghafur Masykur (7) Ustadzah Mariyatul Qibtiyah 8. Ustad Alan Rush 9. Ustad Lutfijaya
EDITOR : Ustadz Sultoni Arobbi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar