HUKUM MENIKAH DENGAN WANITA HAMIL
Oleh Lutfi Jaya pada 8 Mei 2014 pukul 5:58
Oleh Lutfi Jaya pada 8 Mei 2014 pukul 5:58
Shaila Nabilla
18 Maret pukul 12:03
Assalamu'alaikum wr wbTo the point jha ea..Bolehkah menikahi wanita yg sedang hamil.???
18 Maret pukul 12:03
Assalamu'alaikum wr wbTo the point jha ea..Bolehkah menikahi wanita yg sedang hamil.???
jawaban
Maulana Ishaq
Secara spesifik sebenarnya ada lima pendapat berbeda tentang hukum menikahi wanita pezina: 1. Mutlak tidak sah. Didukung oleh Ali, Aisyah, dan Bara’ ibn ‘Azib. Serta masing- masing satu riwayat Abu Bakar, Umar, Ibnu Mas’ud, dan Hasan Bashri (al-Hawi al-Kabir 9/492-493, al-Mughni Ibnu Qudamah 7/518, Tafsir al-Alusi 13/326). Pandangan ini didasarkan pada QS. An-Nur: 3, yakni ﺍﻟﺰَّﺍﻧِﻲ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻜِﺢُ ﺇِﻟَّﺎ ﺯَﺍﻧِﻴَﺔً ﺃَﻭْ ﻣُﺸْﺮِﻛَﺔً ﻭَﺍﻟﺰَّﺍﻥِﻳَﺔُ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻜِﺤُﻪَﺍ ﺇِﻟَّﺎ ﺯَﺍﻥٍ ﺃَﻭْ ﻣُﺸْﺮِﻙٌ ﻭَﺣُﺮِّﻡَ ﺫَﻟِﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦ َﻦﻳِ “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” 2. Mutlak sah. Didukung oleh asy-Syafi’ie dan madzhabnya (al-Hawi al-Kabir 9/497-498). Kalangan Syafi’iyah berargumen pada ayat 24 QS. An-Nisa: ﻭَﺃُﺣِﻞَّ ﻟَﻜُﻢْ ﻣَﺎ ﻭَﺭَﺍﺀَ ﺫَﻟِﻜُﻢْ “Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian.” Ayat an-Nisa itu turun setelah menjelaskan wanita-wanita yang haram dinikahi. Dengan demikian selain wanita yang telah disebutkan halal untuk dinikahi, termasuk wanita yang berzina. Dikuatkan dengan sabda Nabi SAW: ﻟَﺎ ﻳُﺤَﺮِّﻡُ ﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡُ ﺍﻟْﺤَﻠَﺎﻝَ “Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan/menjadikan mahram pada (orang) yang halal” (HR. ibnu Majah dan Baihaqi). Abu Bakar berkata: Bila seseorang menzinai wanita lain maka tidak haram bagi orang itu untuk menikahinya. Sedangkan mengenai Surat an- Nur ayat 3, al-Mawardi (al-Hawi al-Kabir 9/494) menyebut ada tiga takwilan terhadap ayat ini: - Ayat itu turun khusus pada kisah Ummu Mahzul, yakni ketika ada seorang laki-laki meminta izin Rasulullah akan wanita pelacur bernama Ummu Mahzul. - Ibnu Abbas mengartikan kata ‘yankihu’ dengan ‘bersetubuh’, sehingga maksud ayat tersebut: “Laki-laki yang berzina tidak bersetubuh melainkan (dengan) perempuan yang berzina…dst.” - Menurut Sa’id ibn Musayyab telah dinasakh oleh QS. An-Nisa ayat 3: ﻓَﺎﻧْﻜِﺤُﻮﺍ ﻣَﺎ ﻃَﺎﺏَ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ “Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.”
Maulana Ishaq
Secara spesifik sebenarnya ada lima pendapat berbeda tentang hukum menikahi wanita pezina: 1. Mutlak tidak sah. Didukung oleh Ali, Aisyah, dan Bara’ ibn ‘Azib. Serta masing- masing satu riwayat Abu Bakar, Umar, Ibnu Mas’ud, dan Hasan Bashri (al-Hawi al-Kabir 9/492-493, al-Mughni Ibnu Qudamah 7/518, Tafsir al-Alusi 13/326). Pandangan ini didasarkan pada QS. An-Nur: 3, yakni ﺍﻟﺰَّﺍﻧِﻲ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻜِﺢُ ﺇِﻟَّﺎ ﺯَﺍﻧِﻴَﺔً ﺃَﻭْ ﻣُﺸْﺮِﻛَﺔً ﻭَﺍﻟﺰَّﺍﻥِﻳَﺔُ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻜِﺤُﻪَﺍ ﺇِﻟَّﺎ ﺯَﺍﻥٍ ﺃَﻭْ ﻣُﺸْﺮِﻙٌ ﻭَﺣُﺮِّﻡَ ﺫَﻟِﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦ َﻦﻳِ “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” 2. Mutlak sah. Didukung oleh asy-Syafi’ie dan madzhabnya (al-Hawi al-Kabir 9/497-498). Kalangan Syafi’iyah berargumen pada ayat 24 QS. An-Nisa: ﻭَﺃُﺣِﻞَّ ﻟَﻜُﻢْ ﻣَﺎ ﻭَﺭَﺍﺀَ ﺫَﻟِﻜُﻢْ “Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian.” Ayat an-Nisa itu turun setelah menjelaskan wanita-wanita yang haram dinikahi. Dengan demikian selain wanita yang telah disebutkan halal untuk dinikahi, termasuk wanita yang berzina. Dikuatkan dengan sabda Nabi SAW: ﻟَﺎ ﻳُﺤَﺮِّﻡُ ﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡُ ﺍﻟْﺤَﻠَﺎﻝَ “Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan/menjadikan mahram pada (orang) yang halal” (HR. ibnu Majah dan Baihaqi). Abu Bakar berkata: Bila seseorang menzinai wanita lain maka tidak haram bagi orang itu untuk menikahinya. Sedangkan mengenai Surat an- Nur ayat 3, al-Mawardi (al-Hawi al-Kabir 9/494) menyebut ada tiga takwilan terhadap ayat ini: - Ayat itu turun khusus pada kisah Ummu Mahzul, yakni ketika ada seorang laki-laki meminta izin Rasulullah akan wanita pelacur bernama Ummu Mahzul. - Ibnu Abbas mengartikan kata ‘yankihu’ dengan ‘bersetubuh’, sehingga maksud ayat tersebut: “Laki-laki yang berzina tidak bersetubuh melainkan (dengan) perempuan yang berzina…dst.” - Menurut Sa’id ibn Musayyab telah dinasakh oleh QS. An-Nisa ayat 3: ﻓَﺎﻧْﻜِﺤُﻮﺍ ﻣَﺎ ﻃَﺎﺏَ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ “Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.”
Maulana Ishaq
3. Sah dengan syarat selama menikah tidak berhubungan badan dengan istri sampai dia melahirkan. Didukung oleh Abu Hanifah dalam satu riwayat (asy-Syarh al-Kabir 7/502-503, al-Hawi al-Kabir 9/497-498). Abu Hanifah berargumen meskipun sah dinikahi, tapi tidak boleh disetubuhi sebelum melahirkan. Termaktub dalam hadits: ﻟَﺎ ﺗَﺴْﻖِ ﺑِﻤَﺎﺋِﻚَ ﺯَﺭْﻉَ ﻏَﻴْﺮِﻙَ “Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan air (mani)nya ke tanaman [35] orang lain” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). 4. Sah dengan syarat menikahnya dilakukan setelah wanita melahirkan (istibra’). Didukung oleh Rabi’ah, Sufyan Tsauri, Malik, Auza’ie, Ibnu Syubrumah, Abu Yusuf, dan Abu Hanifah dalam riwayat yang lain (al-Hawi al-Kabir 9/497-498, asy-Syarh al-Kabir 7/502-503). Mereka berpendapat wanita hamil zina memiliki iddah sehingga haram dinikahi sebelum selesai iddahnya. Dalil mereka adalah QS. Ath-Thalaq ayat 4: ﻭَﺃُﻭﻟَﺎﺕُ ﺍﻟْﺄَﺣْﻤَﺎﻝِ ﺃَﺟَﻠُﻬُﻦَّ ﺃَﻥْ ﻳَﻀَﻌْﻦَ ﺣَﻤْﻠَﻬُﻦَّ “Dan perempuan-perempuan yang hamil itu ‘iddah mereka sampai mereka melahirkan.” Disebutkan juga dalam hadits: ﺃَﻟَﺎ ﻟَﺎ ﺗُﻮﻃَﺄُ ﺣَﺎﻣِﻞٌ ﺣَﺘَّﻰ ﺗَﻀَﻊَ ﻭَﻟَﺎ ﻏَﻴْﺮَ ﺫَﺍﺕِ ﺣَﻤْﻞٍ ﺣَﺘَّﻰ ﺗَﺤِﻴﺾَ “Ingatlah, tidak disetubuhi wanita hamil hingga ia melahirkan dan tidak juga pada wanita yang tidak hamil sampai satu kali haidh” (HR. Abu Dawud, Ahmad dan Ad-Darimi). 5. Sah dengan syarat menikahnya dilakukan setelah wanita istibra’ plus telah bertaubat. Didukung oleh Abu Ubaidah, Qatadah, Ahmad ibn Hanbal, dan Ishaq (al-Hawi al- Kabir 9/492-493, Tafsir Ibnu Katsir 6/9-10). Ibnu Qudamah (Syarhu Kabir 7/504) menjelaskan bahwa sesuai bunyi terakhir ayat 3 surat An-Nur, ‘wa hurrima dzalika ‘alal mukminin’, keharaman menikahi pezina diperuntukkan bagi orang mukmin (yang sempurna). Sehingga ketika telah bertaubat dari zina leburlah dosa, kembali menjadi bagian dari orang-orang mukmin, dan hukum haram baru bisa terhapus. Sebagaimana hadits: ﺍﻟﺘﺎﺋﺐ ﻣﻦ ﺍﻟﺬﻧﺐ ﻛﻤﻦ ﻻ ﺫﻧﺐ ﻟﻪ “Seorang yang telah bertaubat dari dosa itu layaknya tidak ada dosa padanya” (HR. Hakim, Ibnu Majah, Thabrani, dan Baihaqi). Ibnu Umar pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan, apakah boleh dia menikahinya ? Jawab Ibnu Umar, “Jika keduanya telah bertaubat dan keduanya berbuat kebaikan (yakni beramal shalih)” (Al-Muhalla 9/ 475). Dalam hal ini tidak ada perbedaan apakah wanita tersebut dinikahi oleh laki-laki yang menzinai ataupun orang lain. Dari sudut pandang Syafi’iyah karena hamil hasil zina tidak ada kehormatan apapun yang perlu dijaga seperti percampuran nasab. Dari perspektif ulama lainnya karena telah disyaratkan tidak adanya hubungan badan. Tersebut dalam Bughyah:
( ﻣﺴﺄﻟﺔ : ﻱ ﺵ( : ﻳﺠﻮﺯ ﻧﻜﺎﺡ ﺍﻟﺤﺎﻣﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻧﺎ ﺳﻮﺍﺀ ﺍﻟﺰﺍﻧﻲ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻭﻭﻃﺆﻫﺎ ﺣﻴﻨﺌﺬ ﻣﻊ ﺍﻟﻜﺮﺍﻫﺔ . ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ : ﺑﻐﻴﺔ ﺍﻟﻤﺴﺘﺮﺷﺪﻳﻦ ﺹ419 Juga dalam Mughni Ibnu Qudamah: ﻓﺼﻞ : ﻭﺇﺫﺍ ﻭﺟﺪ ﺍﻟﺸﺮﻃﺎﻥ ﺣﻞ ﻧﻜﺎﺣﻬﺎ ﻟﻠﺰﺍﻧﻲ ﻭﻏﻴﺮﻩ [ ﺍﻟﻤﻐﻨﻲ - ﺍﺑﻦ ﻗﺪﺍﻣﺔ [ ﺝ 7 ﺹ518 Jadi jika melihat kembali pada kasus awal, apakah nikahnya harus diulang? Maka jawabannya jelas tidak. Sebab menurut Syafi’iyah dan satu riwayat Abu Hanifah nikahnya telah sah sejak awal. Wallahu a’lam
Lutfi Jaya
Adapun perempuan hamil yang diceraikan oleh suaminya, tidak boleh dinikahi sampai lepas ‘iddah[1]nya. Dan ‘iddah-nya ialah sampai ia melahirkan sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
“Dan perempuan-perempuan yang hamil waktu ‘iddah mereka sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. Ath-Tholaq: 4)
19 Maret pukul 0:29 · Suka
19 Maret pukul 0:29 · Suka
Lutfi Jaya
Dan hukum menikah dengan perempuan hamil seperti ini adalah haram dan nikahnya batil tidak sah sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:
وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ
“Dan janganlah kalian ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah sebelum habis ‘iddahnya.” (QS. Al-Baqarah: 235)
Maulana Ishaq Shaila Nabilla......
1. Pendapat Imam Abu Hanifah Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa bila yang menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki- laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan... 2. Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh mengawini wanita yang hamil. Kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya. Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah tobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih boleh menikah dengan siapa pun. Demikian disebutkan di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al- Muhazzab karya Al-Imam An- Nawawi, jus XVI halaman 253...... 3. Pendapat Imam Asy-Syafi'i Adapun Al-Imam Asy-syafi'i, pendapat beliau adalah bahwa baik laki-laki yang menghamili atau pun yang tidak menghamili, dibolehkan menikahinya. Sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab karya Abu Ishaq Asy-Syairazi juz II halaman 43.
Guz Zein
dlm ibaort di atas , menerangkan menikahi wanita yg hamil dr zina, maka hukum nya boleh. ( i`anatut tholibin )
1
1
حكم نكاح الزانية الحنفية والشافعية - قالوا : إذا زنى رجل بامرأة يجوز له أن يتزوجها بعد ذلك بعقد صحيح وذلك لآن ماء الزنا لا حرمة له ولما روي أن رجلا زنى بامرأة في زمن أبي بكر الصديق رضي الله عنه فجلدهما مائة جلدة لأنهما كانا غير مصنين ثم زوج أحدهما من الآخر ونفاهما سنة وروي مثل ذلك عن عمر وأبن مسعود وجابر بن عبد الله رضي الله تعالى عنهم وقال أبن عباس رضي الله عنهما في هذا الحكم : أوله سفاح وآخره نكاح والنكاح مباح فلا يحرم السفاح النكاح ذلك مثل رجل سرق من حائط ثمرة ثم أتى صاحب البستان فاشترى منه ثمرة فما سرق حرام وما اشترى حلال ( . الكتاب : الفقه على المذاهب الأربعة)
kesimpulanya : Hanafiyah dan Syafi`iyah berpendapat: bahwa menikahi wanita yg hamil dr hasil zina itu boleh .
Guz Zein
(مسألة : ي ش) : يجوز نكاح الحامل من الزنا سواء الزاني وغيره ووطؤها حينئذ مع الكراهة. ( الكتاب : بغية المسترشدين في تلخيص فتاوى بعض الأئمة من العلماء المتأخرين )
(مسألة : ي ش) : يجوز نكاح الحامل من الزنا سواء الزاني وغيره ووطؤها حينئذ مع الكراهة. ( الكتاب : بغية المسترشدين في تلخيص فتاوى بعض الأئمة من العلماء المتأخرين )
Guz Zein dalam kitab bugyatul mustarsydin ..... berpendapat : bahwasanya boleh menikahi wanita yg sedang hamil , hasl dr zina, baik yg menikahi itu yg menzinahi, atao orng lain . dan jg makruh menggaulinya sesudah akad nikahnya.
di situ sdh jelas, DLM MADZHAB SYAFI`I . MENIKAHI wanita yg sedang hamil hasil dr zina itu boleh. walaopun yg menikahi tersebut orng menzinahi tao orng lain. dan mengggaulinya hukumnya makruh . WALLOHU A`LAM BISSHOWAB.
Lutfi Jaya
Bagaimana dg firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
“Dan perempuan-perempuan yang hamil waktu ‘iddah mereka sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. Ath-Tholaq: 4) dan juga firman Allah Ta’ala:
وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ
“Dan janganlah kalian ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah sebelum habis ‘iddahnya.” (QS. Al-Baqarah: 235) pertanyaanya apakah kita akan mengambil pernyataan ulama' dari pada al-qur'an...?
Guz Zein
itu khilafiyah anrtar madzhab, di antara madzhab yg tdk memperbolehkanya dg berpegangan ayat di atas, nmn dlm madzhab syafi`iyah tetaap di perbolehkanya.
masalah ayat yg di paparkan oleh ustadz Lutfi Jaya.. pengertianya : الرَّابِعُ : النَّسَبُ ، وَقَدْ جَاءَ الْقُرْآنُ بِالْمُحَافَظَةِ عَلَيْهِ بِأَقْوَمِ الطُّرُقِ وَأَعْدَلِهَا ، وَلِذَلِكَ حَرَّمَ الزِّنَى وَأَوْجَبَ فِيهِ الْحَدَّ الرَّادِعَ ، وَأَوْجَبَ الْعِدَّةَ عَلَى النِّسَاءِ عِنْدَ الْمُفَارَقَةِ بِطَلَاقٍ أَوْ مَوْتٍ ، لِئَلَّا يَخْتَلِطَ مَاءُ رَجُلٍ بِمَاءٍ آخَرَ فِي رَحِمِ امْرَأَةٍ مُحَافَظَةً عَلَى الْأَنْسَابِ ; قَالَ تَعَالَى : وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا [17 \ 32] ، وَنَحْوَ ذَلِكَ مِنَ الْآيَاتِ ، وَقَالَ تَعَالَى : الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ الْآيَةَ [24 \ 2] ، وَقَدْ قَدَّمْنَا آيَةَ الرَّجْمِ وَالْأَدِلَّةَ الدَّالَّةَ عَلَى أَنَّهَا مَنْسُوخَةُ التِّلَاوَةِ بَاقِيَةُ الْحُكْمِ ، وَقَالَ تَعَالَى فِي إِيجَابِ الْعِدَّةِ حِفْظًا لِلْأَنْسَابِ : وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ الْآيَةَ [2 \ 228] ، وَقَالَ : وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا [2 \ 234] وَإِنْ كَانَتْ عِدَّةُ الْوَفَاةِ فِيهَا شِبْهَ تَعَبُّدٍ لِوُجُوبِهَا مَعَ عَدَمِ الْخَلْوَةِ بَيْنَ الزَّوْجَيْنِ .وَلِأَجْلِ الْمُحَافَظَةِ عَلَى النِّسَبِ مَنَعَ سَقْيَ زَرْعِ الرَّجُلِ بِمَاءِ غَيْرِهِ ; فَمَنَعَ نِكَاحَ الْحَامِلِ حَتَّى تَضَعَ ، قَالَ تَعَالَى : وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ [65 \ 4] .الْخَامِسُ : الْعِرْضُ ، وَقَدْ جَاءَ الْقُرْآنُ بِالْمُحَافَظَةِ عَلَيْهِ بِأَقْوَمِ الطُّرُقِ وَأَعْدَلِهَا ، فَنَهَى
jadi ayat di atas untuk perempuan yg hamil krn di tinggal suaminya / dlm masa iddah. sedangkan perempuan yg hamil dr hasil zina tdk ada masa iddah nya. itu aasanya menurut madzhab syafi`i
Guz Zein
وَلِأَجْلِ الْمُحَافَظَةِ عَلَى النِّسَبِ مَنَعَ سَقْيَ زَرْعِ الرَّجُلِ بِمَاءِ غَيْرِهِ ; فَمَنَعَ نِكَاحَ الْحَامِلِ حَتَّى تَضَعَ ، قَالَ تَعَالَى : وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ [65 \ 4] .الْخَامِسُ : الْعِرْضُ ، وَقَدْ جَاءَ الْقُرْآنُ بِالْمُحَافَظَةِ عَلَيْهِ بِأَقْوَمِ الطُّرُقِ وَأَعْدَلِهَا ، فَنَهَى
krn untuk menjaga agar tdk terjadi bercampur baurnya air seperma, maka tdk boleh adanya pernikahan wanita yg sedang hamil dr suaminya yg meninggal atao wanita yg di ceraikan. sedangkan kl wanita yg hamil dr hasil zina, itu tdk ada iddahnya. menurut pendapat madhab syafi`yah. wallohu A`lam bis showab
Lutfi Jaya
hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘ alaihi wa ‘ ala alihi wa sallam bersabda tentang tawanan perang Authas,
لاَ تُوْطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعُ وَلاَ غَيْرُ حَامِلٍ حَتَّى تَحِيْضَ حَيْضَةً
“ Jangan dipergauli perempuan hamil sampai ia melahirkan dan jangan (pula) yang tidak hamil sampai ia telah haid satu kali. ” (diriwayatkan olehAhmad 3/62,87, Abu Daud no. 2157, Ad-Darimy 2/224, Al-Hakim 2/212, Al-Baihaqy 5/329, 7/449, Ath-Thabarany dalam Al-Ausath no. 1973,dan Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 307.
20 Maret pukul 13:14 · Suka
20 Maret pukul 13:14 · Suka
Lutfi Jaya
Hadits Ruwaifi’ bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘ alaihi wa ‘ ala alihi wa sallam , beliau bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلاَ يَسْقِ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ
“ Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka jangan ia menyiramkan airnya ke tanaman orang lain. ” (diriwayatkan olehAhmad 4/108,Abu Daud no. 2158,At-Tirmidzy no. 1131, Al-Baihaqy 7/449, Ibnu Qani’ dalam Mu’jam Ash-Shahabah 1/217, Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqat 2/114-115, dan Ath-Thabarany 5/no. 4482. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Al-Irwa` no. 2137)
Lutfi Jaya
Hadits Abu Ad-Darda` riwayat Muslimdari Nabi shallallahu ‘ alaihi wa ‘ ala alihi wa sallam ,
أَنَّهُ أَتَى بِامْرَأَةٍ مُجِحٍّ عَلَى بَابِ فُسْطَاطٍ فَقَالَ لَعَلَّهُ يُرِيْدُ أَنْ يُلِمَّ بِهَا فَقَالُوْا نَعَمْ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَلْعَنَهُ لَعْنًا يَدْخُلُ مَعَهُ قَبْرَهُ كَيْفَ يُوَرِّثُهُ وَهُوَ لاَ يَحِلُّ لَهُ كَيْفَ يَسْتَخْدِمُهُ وَهُوَ لاَ يَحِلُّ لَهُ.
“ Beliau mendatangi seorang perempuan yang hampir melahirkan di pintu Pusthath. Beliau bersabda, ‘ Barangkali orang itu ingin menggaulinya? ’ ( Para sahabat) menjawab, ‘ Benar. ’ Maka Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa ‘ ala alihi wa sallam bersabda, ‘ Sungguh saya telah berkehendak untuk melaknatnya dengan laknat yang dibawa ke kuburnya. Bagaimana ia mewarisinya sedangkan itu tidak halal baginya dan bagaimana ia memperbudakkannya sedang ia tidak halal baginya ’ . ”
Guz Zein
lho. kemana komen sya tdi, ustad lutfi jaya...... mengenai hadits hadits yg sampean paparkan di ats , menurut pakar Ulama` madzhab syafi`i. itu berhubungan dg wanita hamil yg di tinggal suaminya di sebabkan talaq. maka hrs nunggu masa iddahnya. nmn bagi wanita yg hamil di sebabkan dr zina, maka wnita tersebut tdk mempunyai iddah. dgn alasan: iddah itu bagi wanita yg sdh kawin , daan di talaq oleh suaminya. nmn kl wanita yg hamil di sebabkan zina, dia tdk pernah kawin dan tdk pernah talaq. maka menurut madzhab syafi`i , tdk perlu adanya iddah.
Tahkim Matas
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, sebelumnya kami ucapkan terima kasih jazakumullah khairol jaza' kepada para asatidz yg sdh sudi menyumbangkan ilmunya selanjut berdasarkan petanyaan di atas yg sifatnya umum mengenai hukumnya menikah dengan wanita hamil maka dewan tahkim mengambil kesimpulan dari berbagai ibaroh yg telah adadi atas yg Pertama menikahi wanita hamil tsb karena muthollaqoh atau firok maka tdk boleh dinikahi sebelum melahirkan anak yg sdg d kndungx. Kcuali rujuk sama suamix slain thalaq ba,in berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
“Dan perempuan-perempuan yang hamil waktu ‘iddah mereka sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. Ath-Tholaq: 4) dan juga firman Allah Ta’ala:
وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ
“Dan janganlah kalian ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah sebelum habis ‘iddahnya.” (QS. Al-Baqarah: 235) Kedua menikahi Wanita hamil karena zina ini ikhtilaf ulamak namun dewan tahkim akan mengambil pendapat imam kita assyafiiyah bahwa menikahi wanita hamil karena zina sah atau boleh diambil dari kitab madzahibul arba' dan kitab bughiyatul mustarsydin
حكم نكاح الزانية الحنفياة والشافعية - قالوا : إذا زنى رجل بامرأة يجوز له أن يتزوجها بعد ذلك بعقد صحيح وذلك لآن ماء الزنا لا حرمة له ولما روي أن رجلا زنى بامرأة في زمن أبي بكر الصديق رضي الله عنه فجلدهما مائة جلدة لأنهما كانا غير مصنين ثم زوج أحدهما من الآخر ونفاهما سنة وروي مثل ذلك عن عمر وأبن مسعود وجابر بن عبد الله رضي الله تعالى عنهم وقال أبن عباس رضي الله عنهما في هذا الحكم : أوله سفاح وآخره نكاح والنكاح مباح فلا يحرم السفاح النكاح ذلك مثل رجل سرق من حائط ثمرة ثم أتى صاحب البستان فاشترى منه ثمرة فما سرق حرام وما اشترى حلال ( . الكتاب : الفقه على المذاهب الأربعة) (مسألة : ي ش) : يجوز نكاح الحامل من الزنا سواء الزاني وغيره ووطؤها حينئذ مع الكراهة. ( الكتاب : بغية المسترشدين في تلخيص فتاوى بعض الأئمة من العلماء المتأخرين
dalam kitab bugyatul mustarsydin ..... berpendapat : bahwasanya boleh menikahi wanita yg sedang hamil , hasl dr zina, baik yg menikahi itu yg menzinahi, atao orng lain . dan jg makruh menggaulinya sesudah akad nikahnya. demikian semoga bermanfaat akuulu qouli hadza astaghfirullahal adim minkulli dzanbin wal khati'at stummassalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh.
DEMIKIAN YANG DAPAT KAMI SIMPULKAN SEBELUM DAN SESUDAHNYA KAMI MOHON MAAF ATAS SEGALA KEKURANGAN DAN KEKHILAFAN DAN KESEMPURNAAN HANYA MILIK ALLAH WALLAHU A'LAMU
MUSYAWWIRIN :Member Group Majlis Ta'lim Assalafiyah( MATAS )
PENELITI :
(1).Ustadz Mhisyam Abbrori
(2).Ustadz Ach al faroby
(3).Ustadz Sultoni Arobbi
(4).Ustadzah Naila Mazaya Maya
(5).Ustadz Abu haidar
(6).Ustadz Abdul Ghafur Masykur
(7).Ustad Atama Paya.
(8).Ustad Lutfijaya
EDITOR : Ustadz Sultoni Arobbi
Link asal:
MUSYAWWIRIN :Member Group Majlis Ta'lim Assalafiyah( MATAS )
PENELITI :
(1).Ustadz Mhisyam Abbrori
(2).Ustadz Ach al faroby
(3).Ustadz Sultoni Arobbi
(4).Ustadzah Naila Mazaya Maya
(5).Ustadz Abu haidar
(6).Ustadz Abdul Ghafur Masykur
(7).Ustad Atama Paya.
(8).Ustad Lutfijaya
EDITOR : Ustadz Sultoni Arobbi
Link asal:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar